Minggu, 24 April 2011

Mewaspadai Kejahatan Perbankan

Perkembangan teknologi perbankan membawa kemudahan dalam melakukan transaksi. Namun, kemudahan ini justru memicu tindak kejahatan perbankan yang juga makin canggih.


Kejahatan perbankan merupakan ekses negatif dari pesatnya perkembangan teknologi kini. Salah satu bentuknya adalah aksi pembobolan bank seperti yang akhir-akhir ini ramai dibicarakan.Satu di antaranya adalah kasus pembobolan rekening bank yang dilakukan oleh Inong Melinda atau Malinda Dee.

Malinda yang tercatat sebagai senior relationship manager salah satu bank asing berhasil meraup uang miliaran rupiah. Modus yang diterapkannya adalah memindahkan sejumlah dana milik nasabah ke rekening perusahaannya. Malinda tidak seorang diri melaksanakan aksinya. Disebut-sebut,seorang teller turut ambil bagian dalam operasi penggelapan yang dilakukan Malinda.Kini Malinda mendekam di tahanan seraya menunggu kasusnya diproses pengadilan. Kasus Malinda tidak diayal menumbuhkan keprihatinan dari masyarakat. Terlebih, saat ini masyarakat memiliki ketergantungan yang cukup tinggi pada bank, tak hanya berfungsi sebagai tempat menginvestasikan uang namun juga sarana bertransaksi.

Masyarakat selama ini telah terlanjur terbuai dengan iming-iming keandalan teknologi serta sistem keamanan yang ditawarkan masing-masing bank. Hal itu pulalah yang membuat mereka pada akhirnya mempercayakan bank sebagai tempat untuk menitipkan uang. Namun dengan maraknya kejahatan perbankan, citra bank menjadi tercoreng. Tingkat kekhawatiran masyarakat terhadap sistem keamanan bank kian meningkat. Hal itu terungkap dalam hasil jajak pendapat harian Seputar Indonesia (SINDO) yang diselenggarakan pada 11–13 April 2011 lalu.

Dalam survei tergambar,mayoritas responden atau sebesar 59% memiliki kekhawatiran yang cukup tinggi.(lihat tabel) Mendapati kenyataan bahwa sistem penyimpanan di bank pun tidak menjamin keamanan yang cukup bagi para nasabahnya,maka hal itu kemudian memengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap bank. Seperti saat 400 responden diajukan pertanyaan mengenai tingkat kepercayaan mereka pada bank, hanya 18% yang menyatakan benar-benar percaya. Sebagian besar lainnya menyatakan level kepercayaan mereka yang berada dalam skala menengah. Sementara, mereka yang sama sekali sudah tidak percaya dengan sistem keamanan bank mencapai angka 11%.(lihat tabel) Tingginya tingkat kekhawatiran dan ketidakpercayaan tersebut kemudian memengaruhi perilaku. Beberapa responden yang memiliki tingkat kepercayaan rendah,mengaku enggan untuk menaruh uangnya di bank.

Sementara, mereka yang tetap mengandalkan bank akan lebih bersikap selektif dalam memilih bank. Sebagian dari mereka juga ada yang berencana untuk memindahkan rekening ke bank lain yang dianggap lebih aman. Meski ada juga yang bersikap pasrah dengan tetap menjadikan bank terdahulu sebagai sarana menginvestasikan uang.

Tingkatkan Pengawasan

Kasus kejahatan perbankan di Tanah Air memang sudah acap kali terjadi. Sebelum kasus Malinda Dee mencuat, tercatat pula beberapa kasus kejahatan perbankan dengan aneka bentuk dan modus, mulai dari pembobolan rekening, perampokan, pemalsuan tanda tangan, hingga penyelewengan dana nasabah. Pelakunya pun bermacam-macam, ada orang-orang yang berasal dari luar bank,dalam bank,atau persekongkolan antara orang luar dengan orang dalam yang memang sudah mengetahui keadaan lapangan dan kode akses perbankan.

Di antara sekian kasus kejahatan perbankan, beberapa kasus yang sempat menyita perhatian adalah kasus pencairan dana deposito nasabah tanpa izin dari pemiliknya.Kasus tersebut melibatkan direktur dari bank bersangkutan. Ada pula tindak pidana pengiriman teleks palsu yang melibatkan pimpinan salah satu bank pemerintah. Modus kejahatan perbankan dengan cara memalsukan tanda tangan dan penggunaan identitas palsu juga terjadi.Omar Hallak,warga negara Australia menjadi salah satu korban. Ia kehilangan uang sebesar Rp 7 miliar.Padahal, ia sendiri merasa tidak pernah menarik dana atau mentransfer dana.

Beberapa waktu lalu masyarakat juga sempat dikejutkan dengan aksi pembobolan ATM yang menimpa beberapa bank nasional. Dengan alat bernama skimmer, data kartu ATM milik nasabah, termasuk PIN bisa dikopi tidak lebih dari satu menit.Akibatnya, pelaku dengan leluasa bisa menikmati uang nasabah. Akibat perbuatan tak bertanggung jawab itu, pelaku bisa meraup uang hingga miliaran rupiah. Jebolnya pertahanan keamanan bank ini pada akhirnya berujung pada tuntutan masyarakat agar pihak bank bisa semakin waspada.

Pengawasan di tingkat operasional dalam bank harus diperketat karena kunci dari segala bentuk penyelewengan adalah lemahnya pengawasan. Supervisi yang tidak optimal membuka peluang penyelewengan semakin besar.Bank-bank juga perlu memperketat proses perekrutan SDM, dengan demikian orang-orang yang diterima hanyalah mereka yang mempunyai kredibilitas tinggi. Begitu pun Bank Indonesia (BI), sebagai induk dari semua bank, diharapkan bisa semakin memperketat pengawasan terhadap semua kegiatan perbankan termasuk pula melakukan evaluasi dan mengumumkannya secara transparan. Saat ini BI sendiri dinilai belum maksimal dalam melakukan pengawasan dan melakukan upaya antisipasi kasus-kasus kejahatan perbankan, termasuk memberikan sanksi terhadap bank sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Penyelesaian Kasus oleh Aparat

Membangun kepercayaan masyarakat pada dunia perbankan menjadi pekerjaan rumah bagi seluruh pihak terkait. Hal ini penting mengingat perbankan sendiri merupakan urat nadi perekonomian.

Dalam hal ini,tak hanya BI yang mendapat sorotan. Pihak kepolisian diharapkan bisa lebih waspada mengingat tindak kriminalitas berupa penyalahgunaan dan penipuan melalui software semakin marak terjadi. Pihak kepolisian ditantang untuk segera menyelesaikan pekerjaan rumahnya dalam menangani kasus kejahatan perbankan, termasuk salah satunya adalah menangkap dan menindak pelaku dengan seadil- adilnya. Masyarakat sendiri memberikan penilaian beragam terhadap kemampuan kepolisian dalam menangani kasus kejahatan perbankan berbasis teknologi akhir-akhir ini.

Dalam hasil jajak pendapat, sebanyak 48% responden tidak yakin pihak kepolisian dapat menangani masalah tersebut secara maksimal (lihat tabel).Pihak kepolisian dinilai masih bergerak lamban. Begitu juga penerapan sangsi yang belum berjalan maksimal dan dianggap masih tebang pilih. Namun di sisi lain,sebanyak 38% responden memberikan apresiasi positif terhadap kemampuan kepolisian.Terlebih, selama ini pihak berwajib telah mampu menunjukkan prestasi-prestasi gemilang terkait penanganan terhadap kejahatan perbankan di Tanah Air.

Hal itu dibuktikan dari kesuksesan Polri dalam mengungkap tersangka pelaku di balik sejumlah upaya pembobolan bank. Polri juga dinilai telah sukses dalam melakukan penangkapan terhadap pelaku dan jaringan yang diduga sebagai dalang dari aksi kejahatan perbankan. 
sumber : Litbang SINDO  

Tidak ada komentar:

Pengikut